Monday, June 27, 2011

Rindu Tak Berujung


Di stasiun gambir
Dena mulai mencari tempat untuk bersantai
pilihannya tertuju di kedai kopi
bersama kerinduannya yang sudah memuncah
menyimpan pertanyaan-pertanyaan yang siap diletupkan

5.36 waktu setempat
kereta tak kunjung datang
pesan tersurat muncul di layar ponselnya
"tunggu aku. kereta akan terlambat"
tanpa balasan, hanya menghela

Segelas cappuccino mulai menyurut
pikirannya mulai menjelajah jauh
menuju empat tahun yang lalu
ditempat itu
dia harus melepaskan Saka
dengan sedikit haru dan rindu
akan ditinggal sejauh itu untuk mencari ilmu

Janji setia remaja
mereka tepati walau masih di berusia senja
tak gentar sedikitpun untuk tepiskan Saka
bukan karena kekasih yang dahulu menjadi idola
bukan juga karena ada kecukupan harta orangtua
tapi hanya kekasih yang mengerti dalam segala kekurangnya
dalam orang yang memandang sebelah mata
Dena tak mampu bicara

Sesungguhnya Dena tidak terlalu menawan
tidak seperti para gadis di sekolahnya yang berebut mencari perhatian
Dena berbeda
Perbedaan itu yang menyita cinta Saka
Cinta monyet yang mulai menjadi dewasa

Dena kembali mengingat saat ulangtahunnya
tepat hari dimana Saka menerima berita kelulusannya
masuk di universitas yang sudah memiliki nama
Raka memberikan lembaran itu pada Dena
Dena tersenyum, tetapi tak lama pipinya mulai basah
saat sadar kalau mereka harus berpisah
Saka memeluknya
memberikan sebuah cincin dijarinya
"Ini tanda aku telah melamarmu. Dan saat aku kembali, aku akan menikahimu"

Selama di Jogja Saka hanya pulang setiap libur semester
terkadang pun tidak sampai pulang
Saka sibuk dengan kegiatannya
belum lagi smeseter pendek
tetapi masih ada email, masih juga ada telepon selular
tidak alasan untuk melupakan
memisahkan apa yang sudah dijanjikan

Ingatan Dena dipaksa kembali
disebabkan suara kegaduhan diluar sana
Dena mulai melangkahkan kakinya keluar
mencari tahu apa yang terjadi
dari suatu layar televisi
berita yang meredamkan keceriaan
merebut apa yang sudah diharapkan
dan kesadaran Dena sekejap hilang

Sepuluh tahun kemudian
Dena memakai baju yang cantik
secantik senyumannya di pagi itu
membawa bunga segar yang baru dibeli
berjalan dengan anggun menuju persinggahan Saka
"aku masih rindu kamu, kamu masih berhutang padaku. Aku tunggu"
bisiknya tanpa suara
seraya meletakkan bunga diatas makam kekasihnya




Sunday, June 26, 2011

Some people made their life harder in many easier choise. At worst, they call it "it's destiny" and putting blame on..

Malam Minggu

Berjejer baju yang sudah kuletakkan di kasur
mereka siap kupilih
kucoba satu persatu
bergaya seakan aku di karpet merah

Kalau begini aku bagai si ABG labil
panik sendiri untuk memilih yang kira-kira disuka
yang menarik dimatanya
aku memang butuh pujiannya

Sudah waktunya
siklus setiap minggu
pertemuan yang sudah direncanakan
MALAM MINGGU

Akhirnya dia datang juga
ternyata tetap ada perasaan gugup
dia datang dengan senyuman
dan wangi yang sudah sangat familiar

Romantis!
dia meberikan bunga
lalu kecupan dipipi
dan tiba-tiba mengajak makan malam

Hanya dalam 10 menit aku menatapnya
sudah dalam genggaman adikku
aku hanya duduk di sofa
menyaksikan sambil pura-pura membaca majalah
sama seperti minggu-minggu sebelumnya

Saturday, June 25, 2011

Salahkan Cinderella


Kudengar bunda bercerita
kisah seorang cinderella
yang bermula dari dari upik abu
tapi berakhir dijuga menikah diistana megah
dengan pangeran yang menawan

Aku kini tlah dewasa
aku jatuh cinta dan belum menjadi idola
tapi aku mulai merasa cinta
kuberikan tanda agar dia merasa

Suatu kisah suatu nyata
datang saatnya dalam pesta
aku dan dia saling berdansa
katanya aku cantik dan pantas dipuja

Itu yang lalu
kini aku sendiri
dia tak mencari saat aku tak ada
melupakan segala apa yang terucap
dan jangan berharap berakhir jadi keluarga bahagia

Aku benci dongeng Cinderella
membentuk mimpi dari aku belum dewasa
menjanjikan semua berakhir dengan tawa
Salahkan Cinderella!

I don't need a Perfect Man. Coz i want marrying with a HUMAN, not an Angel..

Saya tumbuh. Bermetamorfosis. Lihat saya sekarang, bukan saat menjadi kepompong. Walaupun saya bangga pernah menjadi kepompong.Tapi terlalu dangkal untuk terus melihat masa lalu.

Kekasih Tak Berkasih


berjalan menyusuri taman kota
memberi senyuman yang merekah
dengan harapan yang membungkah
akan bercinta di sepanjang cerah

segelas air tlah kureguk
kutambah lagi karena dahaga menusuk
berharap hari tak segera larut
tetap tersenyum walau mulai ada takut

menatap langit dari biru hingga jingga
hebus dingin mulai terasa
tak disangka sepanjang hari ternyata
disebelahku tak kunjung ada

aku punya kekasih
kekasih yang tak berkasih


Izinkan Aku Menjamahmu


biarkan kini aku yang berperan
membisikkan telingamu tanpa jeda
menyuarakan nyanyian hati yang tersiksa
atas suara hati yang terengkuh

biarkan aku mengecup bibirmu
bermain main dalam lidahmu
hingga tak ada nama lain kau ucap lagi
yang tersisa hanya huruf-huruf dari namaku

biarkan aku memasuki otakmu
kan kupahat satu persatu bagian terdalamnya
kuukir rangkaian mimpi untukmu
dan masa depanmu menjadi karyaku

izinkan aku menjamahmu
membengkokan bagian egomu
meraba apa yang tak terbaca
mauku jadi maumu


Taro dan Ciwa


Taro dan Ciwa
Sepasang burung pipit yang berkasih
Berkhayal tentang suatu tepat
Dimana gemericik air terdengar berirama
Mengiringi nyanyian cinta yang merekah
Bisa menari diatas sungai yang landai
Atau dahan yang bergoyang-gayang
Teduh tanpa gaduh
Berasmara tanpa terganggu

Taro bertaruh pada Ciwa
Janji lelaki untuk memanja kekasih
Menciptakan khayalan dalam nyata

Taro dan Ciwa mulai mengepakkan sayap
Sayap yang belum terlatih untuk terbang jauh
Kekuatan mengalahkan ketakutan
Tapi awan tak mau bersahabat
Tak mau menahan air hingga perjalanan usai
Dan suara petir pun tajam mengertak

Kibasan sayap mulai melemah
Ciwa menyerah, tetapi Taro tak mau
Dua pipit berselisih paham
Sayap Ciwa pun rapuh, dia terjatuh
Taro tetap terbang dan hanya menatap
Ciwa mengerungkan wajahnya tanda kecewa
Taro tak gentar dan tetap melaju

Ciwa kini tak mampu terbang
Sayapnya tak terobati
Hatinya jauh lebih sekarat
Angan yang dirangkai satu persatu dilepaskan
Mencoba tegar walaupun hanya tipuan

Ciwa kini sendiri, disuatu tempat asing
4 musim telah berlalu, Ciwa belum pernah tersenyum
Tanpa terbang, tanpa nyanyian, tanpa Taro
Kadang berharap ini hanya mimpi
Dan Taro masih memeluknya
Ciwa memang hanya pura-pura tegar
Pada dirinya sendiri dan pada alam yang menyaksikan

Ciwa akhirnya putus asa dan ingin putus kehidupan
Mencari ketinggian untuk melepas nyawa
Memejamkan mata, dalam hitungan ketiga akan diterjunkan
satu...dua...ti.....
Tiba2 tubuhnya melayang
Bukan terjatuh, bukan juga mampu terbang
Tubuhnya tersangga dalam cengkraman yang lain
Cengkramannya lebih besar dan kekar
Mungkinkah dia penolong? Atau kejam?
Ciwa Pasrah
Selama terbang Ciwa menatap tebing gunung hingga debur ombak
"Mau dibawa kemana aku ini?" batin Ciwa
Ada rasa takut yang bergejolak
Akhirnya berakhir disebuah daratan
Dimana ada air terjun, sungai yang landai di hadapannya
Ciwa pun dilepaskan dari cengkraman si pejantan
Dengan memupuk kekuatan Ciwa mencoba menyudai penasarannyaa
Mencoba menatap si jantan tak dikenal
Entah malaikat atau mungkin sang penyabut nyawa
Tubuhnya besar tetapi matanya tetap sama
Itu kekasihnya yang dulu hilang

Ada rasa rindu dan ada juga amarah
Ciwa pun berbalik dan berlari
Taro mengejar dan memeluk dengan rekat
berbisik, "Aku tak bisa menatap kehidupan tanpamu, karna hidupku sudah kugantungan pada khayalan kita. Bertahun-tahun ku mencarimu. Mohon tetaplah disisiku walaupun sementara. Hanya sampai ajal menjemput nyawaku."






Pernah


Langit pernah Jingga, berganti violet
Adam pernah di surga, lalu menginjak bumi
Sungai citarum pernah jernih, hingga kini menghitam
Laut merah pernah membelah, dan menutup menenggelamkan firaun
Bulan pernah hilang, tetapi muncul kembali
Hitler pernah tersenyum, walaupun kembali sinis
Jawa sumatra pernah menyatu, hingga kini terpisah
Aku pernah mencintai kamu