Thursday, December 29, 2011

Pria Tua Penjual Pembungkus Pesan

kaki kurus mengayuh sepeda
sepeda yang tak kalah dengan usianya
mempertahankan kehidupan yang merumitkannya
dari pengharapan hari esok
yang tak mengubahnya seperti kemarin
digantungnya sebuah kantung plastik
berisi kertas putih pembungkus pesan
walaupun zaman terus berganti, hidupnya tak ikut berubah

rambut putih yang menghiasi kepalanya
dengan senyuman yang kadang berubah kecut
pria itu membentangkan alas untuk dagangannya
menjajakan pada manusia yang berlalu lalang
dengan telepon selular digenggamannya
mampu mengimkan pesan dalam hitungan detik
tanpa sebungkus amplop, tanpa membuang waktu

siapakah yang ingin membeli,
kertas putih pembungkus pesan?
siapa yang kini mencari,
kertas putih pembungkus pesan?
di era digital seperti sekarang
pesan melayang dengan sekali tekan

hari ke hari tidak mengubahnya
matahari pun tetap memberi terik diatas kepalanya
terkadang hujan yang selalu menyapa
dan debu yang selalu mencoba akrab
tubuh renta itu tak berubah
ada tegar dalam pondasinya
tetap tersenyum yang terkadang kecut
dengan harapan dapat mengisi perut
dia tetap hidup
dengan mata yang semakin sayu
wajah yang terlihat lusuh
selaras dengan pakaiannya
tetap seperti kemarin, dan mungkin esok..
Jika menyakitimu semudah ini, harusnya dari awal sudah kumatikan. Wahai hati..
-Peri Kamar-

Bias

tersadar dari yang diduga sadar
menangis dihadapan wajah
tertawa dihadapan wajah
ternyata wajah semu
di depanku hanya sebungkus topeng

benar yang dibiaskan
menipu perasaan
siapakah yang menanggung tangis disiakan?
benar yang dibiaskan
memutar kesalahan
siapakah yang menanggung tawa dibiaskan?
aku menguasaimu tanpa nama-nama sebelumku, yang menginjak tepat dijantungmu..
-Peri Kamar-

Saturday, December 24, 2011

Metamorfosis Dini

Mengepakkan canggung kedua sayap yang rapuh
Biasakan yang tak biasa
Menyatukan harmoni angin yang berhembus
Menyelaraskan perjalanan

Dalam usia dini
Dipaksakan dewasa
Hanya tersenyum pada takdir

Menembus ribu getir yang deras menusuk
Tegarkan jiwa untuk sebuah nyawa
Tak sedetikpun menyalahkan Sang Pencipta
Mungkin sayap ini, dalam tubuh yang mungil
Untuk dapat cepat berpijak, lebih tinggi..

Dalam usia dini
Dipaksakan dewasa
Menyeimbangkan sebuah takdir

Monday, December 5, 2011

Maaf, aku mabuk sayang..

Kecuplah jemari tanganku, dan rasakan sisa aroma tembakau terbakar
lumatlah bibirku hingga ke lidah, dan nikmati aroma kopi tubruk yang bercampur liur
hisaplah desahan dari nafasku, ada sisa sedikit alkohol yang sudah menguap
bedahlah isi kepalaku, dan kau lihat serpihan pikiran jorok
yang mampir ditelingamu dengan bisikan binatang
kekasihmu yang kau bilang cantik ini seorang preman pasar!

Hei, tapi jangan juga menjadi lupa!
caraku mencintaimu sangat wanita
memberi sayang hingga membabi buta
ketika tertusuk langsung terluka
mengerang dan menangis dengan murka

HA HA HA
ya, aku tertawa keras
dengan tangisan deras..

Friday, December 2, 2011

Pacarku Ingin Masuk Surga

Kutatap matanya berkali-kali
sambil berharap mampu memecahkan hening
dalam ruangan segi empat yang sunyi
jam dinding pun seakan tak berani berisik
hanya hati yang berteriak

Gerak tubuhnya saat sujud sudah dihapal di luar kepala
ketika wajahnya basah dari sisa-sisa air wudlu
kemudian kusambut dengan mencium tangannya
selama tujuh tahun
kusebut dengan "Ritual Cinta"

Seperti dirinya, aku mengingat Tuhan
sepertinya dirinya, kubariskan segenap doa
seperti dirinya, aku menunggu jabah Tuhan
Tuhan yang sama, cara yang berbeda

Harmonis dalam perbedaan yang manis
kesejukan yang dialirkan matanya
yang selalu memeluk perasaan penuh
dan kini kedua mata ini bertatapan
sedang bernegosiasi serius
dan bibir yang mengalah untuk diam
setelah iringan kata yang baru terucap olehnya:

"Aku ingin menyempurnakan keimanan
beribadah yang belum terpenuhi
satu cinta yang diikat Tuhan
dihadapan saksi
salah satu sarat mencapai surga
dengan wanita satu iman"

Demi cinta,
aku menuntunnya dalam mengingat Tuhan
Demi cinta,
apakah aku harus membantunya?
melepas paksa paksa cinta
karena pacarku ingin masuk surga
setelah mimpi sudah sampai awan
dan aku tak lagi perawan
We can't control people to hate us, nevertheless we can control our mind to keep always positive toward them..
-Peri Kamar-

Give peace to your self before reconciliate with opposition..
-Peri Kamar-
For some reason, human need to cry for tolerate their own misery..
-Peri Kamar-