Thursday, December 29, 2011

Pria Tua Penjual Pembungkus Pesan

kaki kurus mengayuh sepeda
sepeda yang tak kalah dengan usianya
mempertahankan kehidupan yang merumitkannya
dari pengharapan hari esok
yang tak mengubahnya seperti kemarin
digantungnya sebuah kantung plastik
berisi kertas putih pembungkus pesan
walaupun zaman terus berganti, hidupnya tak ikut berubah

rambut putih yang menghiasi kepalanya
dengan senyuman yang kadang berubah kecut
pria itu membentangkan alas untuk dagangannya
menjajakan pada manusia yang berlalu lalang
dengan telepon selular digenggamannya
mampu mengimkan pesan dalam hitungan detik
tanpa sebungkus amplop, tanpa membuang waktu

siapakah yang ingin membeli,
kertas putih pembungkus pesan?
siapa yang kini mencari,
kertas putih pembungkus pesan?
di era digital seperti sekarang
pesan melayang dengan sekali tekan

hari ke hari tidak mengubahnya
matahari pun tetap memberi terik diatas kepalanya
terkadang hujan yang selalu menyapa
dan debu yang selalu mencoba akrab
tubuh renta itu tak berubah
ada tegar dalam pondasinya
tetap tersenyum yang terkadang kecut
dengan harapan dapat mengisi perut
dia tetap hidup
dengan mata yang semakin sayu
wajah yang terlihat lusuh
selaras dengan pakaiannya
tetap seperti kemarin, dan mungkin esok..
Jika menyakitimu semudah ini, harusnya dari awal sudah kumatikan. Wahai hati..
-Peri Kamar-

Bias

tersadar dari yang diduga sadar
menangis dihadapan wajah
tertawa dihadapan wajah
ternyata wajah semu
di depanku hanya sebungkus topeng

benar yang dibiaskan
menipu perasaan
siapakah yang menanggung tangis disiakan?
benar yang dibiaskan
memutar kesalahan
siapakah yang menanggung tawa dibiaskan?
aku menguasaimu tanpa nama-nama sebelumku, yang menginjak tepat dijantungmu..
-Peri Kamar-

Saturday, December 24, 2011

Metamorfosis Dini

Mengepakkan canggung kedua sayap yang rapuh
Biasakan yang tak biasa
Menyatukan harmoni angin yang berhembus
Menyelaraskan perjalanan

Dalam usia dini
Dipaksakan dewasa
Hanya tersenyum pada takdir

Menembus ribu getir yang deras menusuk
Tegarkan jiwa untuk sebuah nyawa
Tak sedetikpun menyalahkan Sang Pencipta
Mungkin sayap ini, dalam tubuh yang mungil
Untuk dapat cepat berpijak, lebih tinggi..

Dalam usia dini
Dipaksakan dewasa
Menyeimbangkan sebuah takdir

Monday, December 5, 2011

Maaf, aku mabuk sayang..

Kecuplah jemari tanganku, dan rasakan sisa aroma tembakau terbakar
lumatlah bibirku hingga ke lidah, dan nikmati aroma kopi tubruk yang bercampur liur
hisaplah desahan dari nafasku, ada sisa sedikit alkohol yang sudah menguap
bedahlah isi kepalaku, dan kau lihat serpihan pikiran jorok
yang mampir ditelingamu dengan bisikan binatang
kekasihmu yang kau bilang cantik ini seorang preman pasar!

Hei, tapi jangan juga menjadi lupa!
caraku mencintaimu sangat wanita
memberi sayang hingga membabi buta
ketika tertusuk langsung terluka
mengerang dan menangis dengan murka

HA HA HA
ya, aku tertawa keras
dengan tangisan deras..

Friday, December 2, 2011

Pacarku Ingin Masuk Surga

Kutatap matanya berkali-kali
sambil berharap mampu memecahkan hening
dalam ruangan segi empat yang sunyi
jam dinding pun seakan tak berani berisik
hanya hati yang berteriak

Gerak tubuhnya saat sujud sudah dihapal di luar kepala
ketika wajahnya basah dari sisa-sisa air wudlu
kemudian kusambut dengan mencium tangannya
selama tujuh tahun
kusebut dengan "Ritual Cinta"

Seperti dirinya, aku mengingat Tuhan
sepertinya dirinya, kubariskan segenap doa
seperti dirinya, aku menunggu jabah Tuhan
Tuhan yang sama, cara yang berbeda

Harmonis dalam perbedaan yang manis
kesejukan yang dialirkan matanya
yang selalu memeluk perasaan penuh
dan kini kedua mata ini bertatapan
sedang bernegosiasi serius
dan bibir yang mengalah untuk diam
setelah iringan kata yang baru terucap olehnya:

"Aku ingin menyempurnakan keimanan
beribadah yang belum terpenuhi
satu cinta yang diikat Tuhan
dihadapan saksi
salah satu sarat mencapai surga
dengan wanita satu iman"

Demi cinta,
aku menuntunnya dalam mengingat Tuhan
Demi cinta,
apakah aku harus membantunya?
melepas paksa paksa cinta
karena pacarku ingin masuk surga
setelah mimpi sudah sampai awan
dan aku tak lagi perawan
We can't control people to hate us, nevertheless we can control our mind to keep always positive toward them..
-Peri Kamar-

Give peace to your self before reconciliate with opposition..
-Peri Kamar-
For some reason, human need to cry for tolerate their own misery..
-Peri Kamar-

Wednesday, November 30, 2011

Di Ujung Pecahan Gelas

Bunga yang kau kirim masih merah
sewarna dengan hati yang selalu merekah
altar sudah menunggu kita, sayang
satu janji hingga akhir nyawa

Dalam seribu kesibukan, tak pernah lengah sebuah prioritas
mencari celah untuk jeda
seperti perjalanan ini, suatu jeda yang sengaja dibuat
menghayal dapat mencumbumu sesegera mungkin
meledek waktu yang selama ini seperti mengejek kita
berkasih saja harus melalui sebuah layar
rindu sudah menjadi kebiasaan

Semua dituntaskan, sayang
aku mendekatkan jarak
sedekat tangan-tangan kita yang akan berpelukan erat
kini langkah menuju ragamu semakin dekat
sedekat hari kita disatukan Tuhan
ratusan kilometer kubuat hingga satu meter
dalam detik ini..

Gelas ini telah kupecahkan, sayang
ujungnya sudah menyatu dengan pori-pori di lehermu
sesenti lagi menembus kulitmu
membebaskan darah-darah segar yang terlerangkap
dalam tubuh yang sudah dinistakan
dengan tubuhnya
saat perjumpaan kita
sekarang...

Menunggu

Merangkai detik berkumpul indah
berdamai dengan waktu
rindu itu gelisah
kupaksakan diam, pasrah..

Temu yang tlah ditunda, menunggu..
tak disatukan dalam nyata, menunggu..
hingga aku menyusul kesana, menunggu..
diberi takdir, untuk menunggu..

Wednesday, November 16, 2011

Buta

Mata jangan kau buta
Cinta Jangan kau buta
Hati jangan kau buta
Pikiran jangan kau buta
Cemburu jangan kau buta

Dari kedua mata yang melihat
Dari cinta yang disemikan
Dari hati yang dinyalakan
Dari pikiran yang dibukakan
Dari cemburu yang telah kendalikan

Itupun mampu dibutakan
Jadi, bagaimana jika memulai dari awal dengan buta ?

Wednesday, November 9, 2011

Catatan Telanjang

Pukul 10 malam,
kita merebahkan tubuh berdua
menaruh beban rindu yang dibawa setelah seminggu tak berjumpa
tubuh dalam balutan hampa
lepas dari busana
menghabisi sisa nafas yang terbakar nafsu

kemudian bunyi telpon selular terdengar
aku lupa dimatikan
dan sudah pasti diabaikan
hingga akhirnya hutang rindu dan nafsu terselesaikan

Dalam sebuah layar telpon selular
terbaca pesan yang terlanjur terbuka
oleh kedua mata tanpa menaruh curiga
sebuah sapaan hangat
sangat manis dari seorang pria
yang langsung melumatkan senyuman dari yang tercinta
berubah menjadi sebuah makian dan bentakkan

Setelah bersumpah tentang kesetiaan
sebuah tamparan membabibuta
melayang berkali-kali dalam tubuh yang masih tak berbusana
tangisan pilu dan teriakan keras
tak mampu mengingatkan memori tentang cinta

Lupa tentang aku, tentang bersama
tentang mimpi berdua
dan meninggalkan kamar tanpa sepatah kata
hanya hentakan keras pada pintu kamar
yang sudah telah terbuka

Aku terhimpit sepi
terlalu kuat hingga sulit bernapas
dalam hitungan menit semua berubah
bagai mimpi
dalam aroma parfummu yang masih melekat di dalam tubuh
tatapan kosong menghadap langit-langit
memintanya tak menghakimi, setelah menjadi saksi
percintaan semalam..

Sebuah catatan..
dari tubuh yang sedang bercerita
biru lebam di setiap sudut paha dan wajah
terbasuh air mata yang tidak mereda
ternyata roda memang berputar
tapi ini terlalu cepat
seperti kiamat!

(Fiksi)


Kita Pernah..

Kita pernah sama-sama menghisap oksigen yang sama
dalam sebuah ciuman

Kita pernah menyatukan keringat dari dua tubuh yang berbeda
dalam sebuah pelukan telanjang

Kita pernah menyatukan mimpi yang sama
untuk sebuah masa depan

Kita pernah membakar habis sebuah khayalan
dalam sebuah perpisahan

Pernah..
Kita tak bisa melupakan..
Tak ada lagi kah sebuah kata dari hati? Ternyata ego yang telah membunuh sampai mati..
-Peri Kamar-
Saat RASA menyabotase pikiran, LOGIKA mulai berantakan..
-Peri Kamar-

Sunday, October 23, 2011

ketika kita memaafkan, persiapkan hati untuk menerima kesalahan berikutnya..
-Peri Kamar-

Sekilas..


untuk apa berteriak dalam memanggil Tuhan?
kita bisa bicara dengan-Nya tanpa suara

untuk apa sebegitu kuatnya membela Tuhan?
Tuhan lebih kuat tanpa kita tahu seberapa dahsyatnya..

untuk apa menghakimi yang lain dengan begitu kerasnya?
Tuhan tidak perlu diwakilkan

untuk apa menyalahkan orang lain dengan yang kita yakini?
Manusia bisa salah, dan kita adalah manusia

mengapa percaya adanya Tuhan?
Tanpa itu, aku kesepian


Tuesday, October 11, 2011

Kita terlalu sibuk dengan cemburu, sampai lupa waktu untuk mencumbu..
-Peri Kamar-

Friday, October 7, 2011

Mendung sedang tak menghinggapi langit. Menginap di hati dari hari kemarin..
-Peri Kamar-

Monday, October 3, 2011

Bagaimana hidupmu?
tidakkah kau temukan jawaban?
yang kau tahu hanya kehidupan orang lain
hingga nyawamu dicabut..
(malaikat, suatu saat)

-Peri Kamar-
Mengapa terlalu berkeras menghakimi? Tuhan tidak perlu diwakilkan..
-Peri Kamar-
"Diantara kita selalu saling menunggu dan mengejar? Tidak bisakah kita sejajar?" - Aku pada Waktu
-Peri Kamar-

Thursday, September 29, 2011

Kamu membenciku selama ini, ternyata aku mengendap dihatimu sedalam ini..
-Peri Kamar-
Diam. Bahasa kemarahan terbesarku..
-Peri Kamar-
Dari banyak kesombongan yang kau miliki, bisakah aku menjadi satu di dalamnya?
Publish Post-Peri kamar-
Ada saatnya kesedihanmu menjadi kesenanganku. Waktu kita tidak sejalan..
-Peri Kamar-
Kita semua punya perasaan. Kadang kita suka lupa atau pura-pura lupa kalau orang lain juga punya perasaan..
-Peri Kamar-

Sunday, September 18, 2011

Hatinya telah dimakamkan. Tertusuk lidah sendiri, dan MATI..
-Peri Kamar-
Kita pernah bertatapan, saling memberi harapan. Kita juga pernah berangkulan, untuk sebuah perpisahan..
-Peri Kamar-
Setelah hati yang terakhir kau injak, akulah tulang rusukmu yang telah rusak..
-Peri Kamar-

Thursday, September 15, 2011

Hujan, skripsi, dan kamu..


Bandung.
Langit gelap, hari melarut
Merangkul tas yang berisi lembaran draft skripsi
ketika baru mengalami kebangkitan
dari mati suri sejenak
dan masa depan yang masih menunggu dalam genggaman
dalam lembaran ini, dan dalam kamu
hidup...

Langit seakan marah tak memaafkan
mungkin kesal melihatmu kubawa hingga larut
atau mencoba menggertak
menguji seberapa kita kuat
Hujan turun, menghujam kita dengan murka
dalam tubuh yang agak kepayahan ini
ditambah suaranya yang memekakkan
dan kilatnya yang seakan sedang menghentak
kita basah. kita berpelukan
saling menguatkan

Dari kampus dan rumah cukup menjarak
perlu kekuatan sedikit dilebih-lebihkan untuk pulang pergi
ya, demi skripsi
dimana harapan dalam sebuah beberapa tumpukan kertas
melengkungkan senyuman untukku, untuk kamu, dan mereka
semua yang pasti berbahagia
harapan ini milik kita
sumber hidup sampai tua
jika lembaran ini selesai
dan lulus sudah ada dalam genggaman

Kamu tahu, sayang...
ketika menulis draft skripsi namamu yang kuingat
ketika lelah aku selalu berusaha memaksakan terjaga
tak mungkin kurelakan hujan merusak apa yang telah kujaga
kupastikan tak setetes airpun menyentuh lembaran kertas ini
tak ada sedikitpun yang boleh meleburkan
harapan kita, janjiku sebelumnya

"aku bersamamu, sayang.."
berbisikku pelan
kita berangkulan melawan angin dingin yang menusuk
menatap langit seakan berteriak "aku tidak takut!"
dengan kamu yang masih 8 bulan
terbungkus rahim yang mencoba menghangatkan
kita saling menguatkan

perjalanan pun ada akhirnya
hingga akhirnya sampai rumah
masih berbalut basah
merebahkan badan sambil menghela
tersenyum seakan menang
dan mengusapmu dengan kasih sayang

kenangan itu 3 tahun lebih yang lalu
kamu sudah dapat kupeluk langsung
kamu manis, seperti yang aku bayangkan
aku lulus, dan semua belum usai
masih ada kamu yang harus diperjuangkan
semenjak kamu keluar dari rahim ini
kita harus sejenak terpisah dari hari ke hari
tetap duduk manis, tunggu aku jika pulang kerja
nanti kita berpelukan

kamu lihat hujan diluar, sayang
apakah menakutkan?
rasanya tidak seberapa dengan 3 tahun yang sudah lalu
terlihat lebih indah
kita masih bersama
kita berdua
masih berangkulan...



Tuesday, September 13, 2011

Jika kau lupa rasanya perih. Sayat tanganmu dan taburi garam diatasnya. Tidak ada bedanya dengan hati..
-Peri Kamar-

Thursday, September 8, 2011

Aku sadar telah jatuh cinta saat kudapati hatiku telah keluar darah, dan tak kupeduli sakitnya..
-Peri Kamar-
Mencintaimu adalah kebebasanku memilih yang terpahit bagi mereka..
-Peri Kamar-

Monday, September 5, 2011

Jika mencintaimu adalah dosa, kamu adalah alasan mengapa aku tak memilih surga..
-Peri Kamar-

Friday, August 26, 2011

Jika suatu saat nanti kau membenciku, ingatlah hari-hari ketika kukotori tubuhku dengan keringatmu.
-Peri Kamar-

Friday, August 5, 2011

Mengapa mencari tempat ternyaman pada hati yang lain? Sesungguhnya ada pada hatimu sendiri. Jika tidak membenci.
-Peri Kamar-

Wednesday, July 27, 2011

The Little Eyes

kehidupan, ini apa?
aku kurang mengerti maksud hidup
dunia berputar dan kakiku tetap tegap
aku terkungkung dalam suatu rumah
kata mereka ini keluarga

wanita dalam balutan daster itu menyapaku
mengecup pipiku dengan aroma yang sudah melekat
dalam beberapa menit saja, lalu menghilang
kudapati lagi sudah berbalut pakaian indahnya
dengan wangi yang palsu, bukan dari tubuhnya
"baik-baik Lingga, mama harus berangkat"

lalu bergantian seorang pria yang rambutnya sedikit memutih
langsung menyapa meja makan tanpa menoleh ke arahku
kutatap caranya mengunyah seperti yang tidak nafsu makan
hanya satu gigitan lalu pergi
sebentar dia menatapku lalu pergi berlalu

ya, inilah keluarga
beberapa menit saja kudapati kedua orangtuaku
kadang aku bingung pada buku cerita yang didongengkan
atau keluarga yang kudapati dari cerita guru disekolah
mereka berdusta
keluarga itu hanya aku sebagai pemeran utama, sisanya hanyalah figuran
keluarga ada pada bingkain foto yang dipajang di dinding
dengan ada mereka dan aku ketika lima tahun lalu
saat aku masih baru bisa berjalan
tapi aku masih mendapatinya
keluarga
di akhir pekan, lengkap!

malam menjelang..
suara mesin mobil mulai terdengar
dengan klakson yang bersuara sekali
aku berlari ke ruang tamu
pura-pura sedang bermain disana
padahal untuk mencuri waktu untuk disapa dan diajak berbincang
terkadang mama lupa
kalau sudah masuk kamarnya, lupa mengingat aku
lupa aku menunggunya
makanya aku saja yang mendekat

suara hak sepatu semakin terdengar
langkahnya sedikit cepat
tanpa menghampiriku dia berlari menuju kamarnya
dengan maskara yang berantakan
riasan yang sudah tidak terlihat
air matanya turut berlarian seiring langkahnya
kalau ini namanya apa?
mengapa jantungku berdegup kencang
ada rasa ketakutan tapi aku tidak mengerti
yang jelas merasakan yang tidak biasa
aku takut, tapi kuberanikan diri mendekatinya
tanpa menyapa, hanya menyaksikan
mama menaruh semua baju dalam lemarinya dalam satu koper
mungkin dia ingin berlibur
tapi mengapa menangis?
apakah tempatnya kurang menarik?
"mah, kalau gak mau liburan. mama jangan nangis"
akhirnya kuberanikan bersuara
tangisannya semakin nyaring saat mendengar suaraku
apakah ucapanku menggigitnya?
ya sudah, aku diam..
dengan air mata
dengan kegelisahan
dan dengan ketidakmengertian

mama membawaku yang masih memakai piyama tidur
tak diberi kesempatan untukku mengganti dengan baju yang lebih bagus
di dalam mobil aku hanya diam
diiringi suara tangisan wanita sebelahku aku pun memilih memejamkan mata
tertidur dan membiarkan waktu menenangkanku
membawaku jauh dari saat ini
entah mengapa aku benci sekali saat ini
bencinya, aku tidak mengerti!

sepasang mata ini menjadi saksi
saat detik-detik waktu setelah kejadian malam itu
mama menangis tanpa aku tahu apa yang menyakitinya
dan saat terjaga aku merasa ditempat yang asing
mama bilang ini adalah hotel
esoknya kulihat papa mengetuk keras pintu hotel kami
dan kulihat mama enggan untuk membukanya
aku teriak "mama itu papa!"
suara yang lantang dengan sedikit isakan
mama menyerah dan membukakan pintu baginya
lalu tiba-tiba lelaki yang tegap dan sedikit buncit itu masuk terburu-buru
satu tamparan melayang ke pipi mama yang putih dan licin
"kamu kurang ajar!"
suara itu terdengar garang
matanya seakan serigala yang ingin melahap mangsanya
"maafkan aku pa.. mama khilaf"
tiba-tiba mama bersimpuh
lagi-lagi aku bingung
mengapa mama yang ditampar tapi dia yang bersimpuh minta maaf?
"tidak peduli. kita cerai! kau nikahi saja pria yang sudah kakek-kakek itu!"
suara itu lantang dan sedikit bergetar
apalagi di depan aku yang katanya mereka cintai
tangannya mencekek wanita yang kusebut mama itu
yang biasa mengusapku kalau aku susah tidur
walau itu tidak setiap hari
tetapi pernah, dan aku masih butuh
dan masih sejuta rindu untuk mendapatkannya lagi

AKU LULUS
waktuku melepas seragam putih merah ini
keluarga yang biasanya terpajang di dinding itu sudah berakhir
kelulusanku tanpa keluarga dalam dinding
saat terakhir melihat mama saat jasadnya dituangkan ke dalam tanah merah
dan aku memaksakan untuk ikut kedalamnya
tapi tangan dan tubuhku ditahan
"mama sudah di surga, Lingga"
akupun tidak pernah melihat papaku lagi
kadang rindu
tapi semacam perasaan yang berkecamuk saat ada yang menyebut namanya
seperti mengulang peristiwa di hotel itu
yang terakhir kulihat saat tangannya dibalut borgol
dan aku harus duduk memberi saksi kejadian hari itu
menceritakan hal yang enggan kuingat
perasaanku kala itu "mereka ingin membunuhku, Tuhan!"


aku sendiri sudah mempunyai kesimpulan sendiri tentang keluarga
setelah hari itu, keluarga yang lama hanya pada dinding
dan dinding itu sendiri sudah tak kulihat lagi
ada satu foto yang selalu ada di lemariku
terlihat wajah mereka saat menggendongku ketika bayi
dengan senyuman yang bahagia
satu-satunya yang aku simpan
untuk dijadikan bukti aku pernah punya keluarga







Jika pada akhirnya kamu bosan, benturkan kepalamu hingga hilang ingatan. Lalu cintai aku dari awal..
-Peri Kamar-

Sunday, July 24, 2011

Harusnya kamu malu kalau bilang aku tidak punya hati! Yang sekarang sekarat di tanganmu, itu punya siapa?

-Peri Kamar-

Friday, July 22, 2011

Seseorang, Tolonglah...

Kemarin bersama-sama membuat akhiran
sekarang, aku belum membuat awalan
langkahmu tak sanggup mengikuti lambatnya langkahku
kau memilih lebih dulu
cemburu mulai melalap apa yang dinamakan logika
api ini terus menjalar hingga ke yang paling dalam
seseorang, mohon padamkan api ini!

Seperti ada dengungan
terus mengguman di telinga
tiap belahan kata sudah hapal diluar kepala
ada kata a, ka, dan u
lalu kau tambahkan es, a, ye, a, dan eng
akhirannya selalu di selipkan namaku
membisik tiap detik
terekam halus dalam pita kaset
yang berputar dari waktu ke waktu
tanpa ada tombol "off"
sedangkan pengucapannya sudah larut diputar waktu
seseorang, tolong tutup telingaku!

Terkadang kau menoleh ke arahku
menanyakan "apa kabarmu?"
jawabanku selalu "ya, aku baik."
dan kalau benar bohong itu dosa
entah neraka belahan mana yang siap menampungku
terlalu banyak dosa yang kutumpuk
sekedar menunjukkan aku (ingin terlihat) baik-baik saja
bibir ini ini terlalu berat mengatakan kejujuran
seseorang, tolong bisikan padanya aku kacau!

Dulu, rindu bermain menjelang tidurku
kini, rindu terlarang bermain disepanjang hariku
ego dan sadar bertempur
ada bisikan "kamu harus jadi milikku lagi"
ada pula bisikan "lekas lupakan!"
ada pengadilan di hati yang membatin
diri ini dihakimi oleh perasaan sendiri
seseorang, tolong benahi aku!

Kisah ini berputar di dalam pikiran
bagian dari imajinasi yang menari liar
mencoba menulis sebuah akhiran
lalu kubuat bagian setelah akhiran
tersadar telah mendahului tulisan Tuhan
bisa menjadi lebih gila dari cerita yang sesungguhnya
awalan telah berlalu dan kini masih berjalan
belum ada akhiran
seseorang, tolong hentikan cerita yang belum nyata ini!

Ketika Tuhan Menciptakanmu

Ketika Tuhan menciptakanmu jari-jarimu
ada perekat yang sengaja disimpan dalam setiap selanya
saat kau menggenggam jemariku dengan erat
tak ada satu mahluk pun yang mampu melepaskannya

Ketika Tuhan menciptakan hatimu
diambil-Nya baja untuk melapisi bagian itu
saat kugores dan kucoba patahkan
Hati itu tetap utuh tanpa merapuh

Ketika Tuhan membentuk tangan dan dadamu
disertai pula bagian dari mentari
saat perasaan ini mulai dingin dan membeku
sekejap melumer dalam satu dekapanmu

Ketika Tuhan menciptakan tulang rusukmu
disisakan satu untuk menciptakan aku
untuk itu kau mengikatku dan tidak pernah melepaskan
hanya karna tak rela tulang rusukmu dimiliki oleh yang lain

Kalau langit bisa bicara, pasti dia sudah sudah menangis sedu. Sudah ada manusia menandingi keindahannya. Kamu.

-Peri Kamar-

Sunday, July 17, 2011

Sebelum Kata PUTUS


Putus
Semenjak kata itu merambat dari bibirnya
tak banyak yang kusuarakan
tak banyak juga yang kuharapkan
hanya ingin biasa
menatanya dalam satu keadaan berbeda

Setahun sebelumnya...
kecupan bertubi-tubi hinggap di kening
setelah kabar yang membuka masa depan
karir Ben melompat dengan cepat
harapan satu-satu dirangkaikan
aku terselip di dalamnya
mulai tak terkendali
ada pernikahan, ada keluarga, hingga anak-anak yang lucu
bahagia memang membuat manusia lupa akan kendali

Delapan bulan sebelumnya...
"Oh Tuhan, malaikat seperti apa didepanku?"
aku terbaring melemah
dan Ben masih disisiku
tanpa terpejam
terkadang Ben mengomel
jika bibirku menutup rapat
dari makanan yang telah dia buat
ini namanya manja
dan ini yang paling indah

Lima bulan sebelumnya...
seharian tak kudapati pesan
aku mulai gelisah
hingga larut malam pesanku tak terbaca
atau tak mau dibaca
tak bisa dihubungi
"Oh Tuhan, selamatkan kekasihku yang tak jelas dimana ini"
dalam bulan ini sudah tiga kali seharian kabar menghilang
esok paginya baru kudapati
"maaf, aku lembur sayang"
hatiku melunak
justru ingin segera memeluknya
aku tahu ini untuk bersama
untuk masa depan yang sudah disusun
dengan ada aku di dalamnya

Tiga bulan sebelumnya...
kopi di dalam cangkir itu mulai dingin
mengikuti tuannya yang sedang tak banyak bicara
aku tak mencoba mengajak bicara
sibuk memilih lokasi liburan
empat bulan lagi sudah akhir tahun
mataku tertuju dengan salah satu pulau kecil di sulawesi
kuperlihatkan pada Ben, dia mengangguk
aku tahu pasti dia setuju
tangannya dilingkarkan ke pundakku
satu kecupan dikening
lalu....
lalu....
hmm..

Sebulan sebelumnya...
Ben mulai jadi pemarah
mulai protes jika aku tanyai sedang dimana
ponselnya sering tak aktif
akupun berubah
jadi sering berkata "maaf"
sering juga mengucap "baiklah"
merubah kebiasaan yang sudah terbentuk sebelumnya
mencoba untuk (pura-pura) tidak terlalu peduli
hanya sekedar untuk mengimbangi
memang hubungan manusia tidak bisa dipaksa konstan
apalagi waktu yang menggiringnya

Sejam sebelumnya...
cantik
aku mencoba untuk cantik
dengan riasan tipis dan beberapa semprotan parfum
padahal tidak akan kemana-mana
tapi Ben menelepon
akan kerumah malam ini
tentunya ini kebahagiaan bagiku
karena aku memang rindu
sudah seminggu ini Ben mengaku lembur
aku mencoba menjadi kekasih pengertian
membenahi yang kemarin sedikit terkoyak
janjiku untuk lebih baik

30 menit sebelumnya...
kekasihku datang
tanpa memberi senyum yang sumringah
bertolak belakang denganku
mungkin dia masih lelah
"aku tak bisa berlama-lama, Neta"
bersebelahan dalam sofa
kutunggu kata pertamanya
sepertinya berat sekali perkataan ini
raut gelisah kubaca dari matanya
dan nada suaranya
dan juga dari tangannya
tak merangkul atau membelai
tak juga menggenggam jemariku
hingga akhirnya kata-kata itu keluar...
putus

Lima jam sesudahnya...
masih dalam sofa yang sama
masih dengan perasaan yang sama
dengan degup yang tak beraturan
dengan air mata
dan Ben sudah menghilang
dan aku masih tidak mengerti

Sehari sesudahnya...
tak ada satu pesan
kuharap ada ucapan "april mop"
walaupun aku sadar ini juli
hal-hal yang diluar logika pun akan kuterima
lalu perlahan aku beranjak, mendekati lemari
kubuka laci yang sudah lama tak kusentuh
yang tidak ada apa-apa selain tiket pesawat menuju ke sulawesi
untuk liburan yang kini hanya angan tanpa asa
kubuang

Seminggu setelahnya...
ada yang berbeda dalam list recent updates BBM
akun Ben kini berbeda
foto dalam display picture agak sedikit menghentak
terdapat Ben merangkul seseorang
yang sebelumnya sudah familiar
teman kerjanya
oh, aku mengerti!







Monday, June 27, 2011

Rindu Tak Berujung


Di stasiun gambir
Dena mulai mencari tempat untuk bersantai
pilihannya tertuju di kedai kopi
bersama kerinduannya yang sudah memuncah
menyimpan pertanyaan-pertanyaan yang siap diletupkan

5.36 waktu setempat
kereta tak kunjung datang
pesan tersurat muncul di layar ponselnya
"tunggu aku. kereta akan terlambat"
tanpa balasan, hanya menghela

Segelas cappuccino mulai menyurut
pikirannya mulai menjelajah jauh
menuju empat tahun yang lalu
ditempat itu
dia harus melepaskan Saka
dengan sedikit haru dan rindu
akan ditinggal sejauh itu untuk mencari ilmu

Janji setia remaja
mereka tepati walau masih di berusia senja
tak gentar sedikitpun untuk tepiskan Saka
bukan karena kekasih yang dahulu menjadi idola
bukan juga karena ada kecukupan harta orangtua
tapi hanya kekasih yang mengerti dalam segala kekurangnya
dalam orang yang memandang sebelah mata
Dena tak mampu bicara

Sesungguhnya Dena tidak terlalu menawan
tidak seperti para gadis di sekolahnya yang berebut mencari perhatian
Dena berbeda
Perbedaan itu yang menyita cinta Saka
Cinta monyet yang mulai menjadi dewasa

Dena kembali mengingat saat ulangtahunnya
tepat hari dimana Saka menerima berita kelulusannya
masuk di universitas yang sudah memiliki nama
Raka memberikan lembaran itu pada Dena
Dena tersenyum, tetapi tak lama pipinya mulai basah
saat sadar kalau mereka harus berpisah
Saka memeluknya
memberikan sebuah cincin dijarinya
"Ini tanda aku telah melamarmu. Dan saat aku kembali, aku akan menikahimu"

Selama di Jogja Saka hanya pulang setiap libur semester
terkadang pun tidak sampai pulang
Saka sibuk dengan kegiatannya
belum lagi smeseter pendek
tetapi masih ada email, masih juga ada telepon selular
tidak alasan untuk melupakan
memisahkan apa yang sudah dijanjikan

Ingatan Dena dipaksa kembali
disebabkan suara kegaduhan diluar sana
Dena mulai melangkahkan kakinya keluar
mencari tahu apa yang terjadi
dari suatu layar televisi
berita yang meredamkan keceriaan
merebut apa yang sudah diharapkan
dan kesadaran Dena sekejap hilang

Sepuluh tahun kemudian
Dena memakai baju yang cantik
secantik senyumannya di pagi itu
membawa bunga segar yang baru dibeli
berjalan dengan anggun menuju persinggahan Saka
"aku masih rindu kamu, kamu masih berhutang padaku. Aku tunggu"
bisiknya tanpa suara
seraya meletakkan bunga diatas makam kekasihnya




Sunday, June 26, 2011

Some people made their life harder in many easier choise. At worst, they call it "it's destiny" and putting blame on..

Malam Minggu

Berjejer baju yang sudah kuletakkan di kasur
mereka siap kupilih
kucoba satu persatu
bergaya seakan aku di karpet merah

Kalau begini aku bagai si ABG labil
panik sendiri untuk memilih yang kira-kira disuka
yang menarik dimatanya
aku memang butuh pujiannya

Sudah waktunya
siklus setiap minggu
pertemuan yang sudah direncanakan
MALAM MINGGU

Akhirnya dia datang juga
ternyata tetap ada perasaan gugup
dia datang dengan senyuman
dan wangi yang sudah sangat familiar

Romantis!
dia meberikan bunga
lalu kecupan dipipi
dan tiba-tiba mengajak makan malam

Hanya dalam 10 menit aku menatapnya
sudah dalam genggaman adikku
aku hanya duduk di sofa
menyaksikan sambil pura-pura membaca majalah
sama seperti minggu-minggu sebelumnya

Saturday, June 25, 2011

Salahkan Cinderella


Kudengar bunda bercerita
kisah seorang cinderella
yang bermula dari dari upik abu
tapi berakhir dijuga menikah diistana megah
dengan pangeran yang menawan

Aku kini tlah dewasa
aku jatuh cinta dan belum menjadi idola
tapi aku mulai merasa cinta
kuberikan tanda agar dia merasa

Suatu kisah suatu nyata
datang saatnya dalam pesta
aku dan dia saling berdansa
katanya aku cantik dan pantas dipuja

Itu yang lalu
kini aku sendiri
dia tak mencari saat aku tak ada
melupakan segala apa yang terucap
dan jangan berharap berakhir jadi keluarga bahagia

Aku benci dongeng Cinderella
membentuk mimpi dari aku belum dewasa
menjanjikan semua berakhir dengan tawa
Salahkan Cinderella!

I don't need a Perfect Man. Coz i want marrying with a HUMAN, not an Angel..

Saya tumbuh. Bermetamorfosis. Lihat saya sekarang, bukan saat menjadi kepompong. Walaupun saya bangga pernah menjadi kepompong.Tapi terlalu dangkal untuk terus melihat masa lalu.

Kekasih Tak Berkasih


berjalan menyusuri taman kota
memberi senyuman yang merekah
dengan harapan yang membungkah
akan bercinta di sepanjang cerah

segelas air tlah kureguk
kutambah lagi karena dahaga menusuk
berharap hari tak segera larut
tetap tersenyum walau mulai ada takut

menatap langit dari biru hingga jingga
hebus dingin mulai terasa
tak disangka sepanjang hari ternyata
disebelahku tak kunjung ada

aku punya kekasih
kekasih yang tak berkasih


Izinkan Aku Menjamahmu


biarkan kini aku yang berperan
membisikkan telingamu tanpa jeda
menyuarakan nyanyian hati yang tersiksa
atas suara hati yang terengkuh

biarkan aku mengecup bibirmu
bermain main dalam lidahmu
hingga tak ada nama lain kau ucap lagi
yang tersisa hanya huruf-huruf dari namaku

biarkan aku memasuki otakmu
kan kupahat satu persatu bagian terdalamnya
kuukir rangkaian mimpi untukmu
dan masa depanmu menjadi karyaku

izinkan aku menjamahmu
membengkokan bagian egomu
meraba apa yang tak terbaca
mauku jadi maumu


Taro dan Ciwa


Taro dan Ciwa
Sepasang burung pipit yang berkasih
Berkhayal tentang suatu tepat
Dimana gemericik air terdengar berirama
Mengiringi nyanyian cinta yang merekah
Bisa menari diatas sungai yang landai
Atau dahan yang bergoyang-gayang
Teduh tanpa gaduh
Berasmara tanpa terganggu

Taro bertaruh pada Ciwa
Janji lelaki untuk memanja kekasih
Menciptakan khayalan dalam nyata

Taro dan Ciwa mulai mengepakkan sayap
Sayap yang belum terlatih untuk terbang jauh
Kekuatan mengalahkan ketakutan
Tapi awan tak mau bersahabat
Tak mau menahan air hingga perjalanan usai
Dan suara petir pun tajam mengertak

Kibasan sayap mulai melemah
Ciwa menyerah, tetapi Taro tak mau
Dua pipit berselisih paham
Sayap Ciwa pun rapuh, dia terjatuh
Taro tetap terbang dan hanya menatap
Ciwa mengerungkan wajahnya tanda kecewa
Taro tak gentar dan tetap melaju

Ciwa kini tak mampu terbang
Sayapnya tak terobati
Hatinya jauh lebih sekarat
Angan yang dirangkai satu persatu dilepaskan
Mencoba tegar walaupun hanya tipuan

Ciwa kini sendiri, disuatu tempat asing
4 musim telah berlalu, Ciwa belum pernah tersenyum
Tanpa terbang, tanpa nyanyian, tanpa Taro
Kadang berharap ini hanya mimpi
Dan Taro masih memeluknya
Ciwa memang hanya pura-pura tegar
Pada dirinya sendiri dan pada alam yang menyaksikan

Ciwa akhirnya putus asa dan ingin putus kehidupan
Mencari ketinggian untuk melepas nyawa
Memejamkan mata, dalam hitungan ketiga akan diterjunkan
satu...dua...ti.....
Tiba2 tubuhnya melayang
Bukan terjatuh, bukan juga mampu terbang
Tubuhnya tersangga dalam cengkraman yang lain
Cengkramannya lebih besar dan kekar
Mungkinkah dia penolong? Atau kejam?
Ciwa Pasrah
Selama terbang Ciwa menatap tebing gunung hingga debur ombak
"Mau dibawa kemana aku ini?" batin Ciwa
Ada rasa takut yang bergejolak
Akhirnya berakhir disebuah daratan
Dimana ada air terjun, sungai yang landai di hadapannya
Ciwa pun dilepaskan dari cengkraman si pejantan
Dengan memupuk kekuatan Ciwa mencoba menyudai penasarannyaa
Mencoba menatap si jantan tak dikenal
Entah malaikat atau mungkin sang penyabut nyawa
Tubuhnya besar tetapi matanya tetap sama
Itu kekasihnya yang dulu hilang

Ada rasa rindu dan ada juga amarah
Ciwa pun berbalik dan berlari
Taro mengejar dan memeluk dengan rekat
berbisik, "Aku tak bisa menatap kehidupan tanpamu, karna hidupku sudah kugantungan pada khayalan kita. Bertahun-tahun ku mencarimu. Mohon tetaplah disisiku walaupun sementara. Hanya sampai ajal menjemput nyawaku."






Pernah


Langit pernah Jingga, berganti violet
Adam pernah di surga, lalu menginjak bumi
Sungai citarum pernah jernih, hingga kini menghitam
Laut merah pernah membelah, dan menutup menenggelamkan firaun
Bulan pernah hilang, tetapi muncul kembali
Hitler pernah tersenyum, walaupun kembali sinis
Jawa sumatra pernah menyatu, hingga kini terpisah
Aku pernah mencintai kamu